Selasa, 20 Januari 2009

KESERAKAHAN: JALAN CEPAT MENUJU NERAKA


“Godaan utama dari kegiatan merapikan taman kehidupan adalah keserakahan untuk mau kuat tetapi tanpa ada cobaan.”
- Gede Prama

“Jangan percayai apa pun. Di mana pun kau membacanya, atau siapa pun yang mengatakannya, bahkan seandainya aku yang mengatakannya, kecuali hal itu sesuai dengan alasanmu sendiri dan akal sehatmu sendiri.”
- Buddha

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Dunia keuangan kembali terguncang, ketika terungkapnya kasus Ponzy scheme atau money game yang dilakukan Bernard Madoff, mantan kepala bursa efek NASDAQ, Amerika Serikat. Madoff berhasil “memperdayai” para kliennya dan mengumpulkan uang sebesar US $50 milyar untuk dirinya sendiri. Jumlah yang fantastis!


Yang menggelitik adalah ternyata praktik money game tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara maju yang memiliki pengawasan yang ketat terhadap pasar keuangan, seperti Amerika Serikat.


Melihat korban-korban Madoff yang terdiri dari berbagai perusahaan investasi, bank-bank, dan para investor kenamaan mengungkapkan sebuah fakta bahwa orang-orang dengan tingkat kecerdasan finansial yang tinggi pun dapat terjebak. Sebagaimana mungkin telah Anda tahu, hal ini membuktikan sifat dasar manusia yang serakah.


Sudah menjadi rahasia umum kalau manusia itu malas, tapi ingin cepat kaya. Hal inilah yang dimanfaatkan dengan baik oleh para penipu. Termasuk penipuan lewat pesan singkat yang sering terjadi belakangan ini. Keserakahan membuat orang gelap mata. Menyingkirkan rasional, membuat manusia terjebak dalam penderitaan.


Keserakahan ini asalnya dari pikiran. Pikiran selalu ingin dipuaskan. Tetapi, pikiran tidak pernah puas. Semakin kita berusaha memuaskan keinginan pikiran, keinginan kita akan merangkak naik meminta pemuasan yang lebih, dan lebih lagi. Tanpa mengenal batas.


Seperti dikatakan Eckhart Tolle dalam The Power of Now, “Pikiran merupakan sarana yang hebat, jika digunakan dengan benar. Namun, jika digunakan dengan salah, pikiran akan sangat merusak”. Akhirnya kita menjadi budak dari pikiran. Kebahagiaan hanya singgah sebentar. Datang cepat, pergi pun dengan sangat cepat.


Hasil akhirnya lebih banyak stres. Hidup yang tanpa arah dan pegangan. Maka larilah manusia pada berbagai tempat hiburan malam, makanan, rokok, perselingkuhan, bahkan obat terlarang.


Menyadari kenyataan itu, segelintir manusia bijak mengambil jalan lain, melampaui pikiran. Mereka menganjurkan untuk menempatkan pikiran hanya sebagai pembantu. Bukan pemimpin diri kita. Kita harus berlatih menjernihkan kesadaran. Berlatih mengamati pikiran kita, keserakahan, kecemburuan, kepahitan, kesinisan, dan kepercayaan kita sepanjang waktu.


Ketika kesadaran semakin meningkat, pikiran akan berkurang daya rusaknya. Pikiran akan dapat dikendalikan dengan mudah. Pikiran tidak lagi membanding-bandingkan dan menghakimi. Hidup berjalan apa adanya dan merangkul berbagai perbedaan. Hidup penuh keikhlasan dan rasa syukur. Seperti kata Gede Prama, “Dalam kepasrahan sekaligus keikhlasan, manusia justru mendapatkan segalanya.”


Pada tahap ini, hidup menjadi bahagia seutuhnya. Kebahagiaan tidak lagi datang dan pergi. Hidup menjadi kebahagiaan itu sendiri. Tidak ada baik-buruk, benar-salah, positif-negatif, semuanya hanyalah apa adanya. Ada keikhlasan dan kepasrahan serta suasana syukur di sana. Hidup menjadi sangat indah untuk dijalani.
www.spiritual-motivasi.blogspot.com *).

JIKA TERUS BERTUMBUH KITA AKAN MENJADI BESAR

“Seperti pohon yang tumbuh ke arah sumber cahaya, manusia tumbuh ke arah pencerahan. Bila Anda mencerahkan diri sendiri dengan mengakui kehebatan Anda - mengikuti panggilan diri Anda dan mencari kejelasan misi dan visi Anda – orang lain akan berminat kepada Anda. Mereka ingin selaras dengan Anda dan melihat Anda bersinar”
- Dr. John F. Demartini
Guru The Secret

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Ada sebuah pohon Beringin yang berdiri kokoh di samping warung langganan saya mengisi perut. Pohon itu telah lama ada di sana. Namun, selama ini saya tidak memperhatikannya. Ketika melihatnya tadi siang, saya tersadarkan akan sebuah kenyataan yang selama ini saya lewatkan.

Ada beberapa warga yang berteduh di bawah pohon itu siang tadi. Sebagian besar dari mereka adalah tukang ojek. Di siang yang panas tadi, pohon Beringin memberikan naungan sebagai tempat berteduh. Di antara rantingnya nampak beberapa ekor burung sedang mencari makan. Daunnya yang hijau sangat meneduhkan setiap pasang mata yang memandangnya.

Saya teringat kenangan masa kecil dulu. Di dekat rumah ada sebatang pohon Beringin juga. Kalau musim berbuah banyak burung yang datang untuk memakannya. Saya sering memperhatikan buah-buah beringin yang jatuh. Buahnya kecil sekitar seukuran ibu jari. Di dalamnya terdapat banyak biji yang kecil-kecil di antara daging buahnya.

Saya ingat waktu itu merasa heran kenapa Beringin yang begitu besar hanya memiliki biji yang kecil-kecil. Kalah sama jagung yang lebih pendek.

Namun, dari biji yang sangat kecil tersebut, benih Beringin mulai tumbuh dan terus bertumbuh menjadi besar. Awalnya hanya memiliki beberapa helai daun. Akarnya juga masih pendek.

Seiring waktu berlalu, daunnya bertambah, ranting bertambah, akarnya juga ikut tumbuh menjadi banyak. Dengan akar yang lebih banyak, Beringin mampu mengisap zat makanan dengan jumlah yang juga lebih banyak sehingga pertumbuhannya semakin cepat.

Kala musim hujan dia bertumbuh. Musim panas datang, dia juga tetap bertahan dan terus bertumbuh. Kadang angin bertiup kencang memiringkan batangnya. Namun, dia tetap bertahan dan berusaha untuk kembali tegak berdiri. Beringin tidak menolak sama sekali segala “masalah” yang datang. Semua itu membuatnya semakin kuat.

Selain tumbuh ke atas, akarnya juga semakin dalam mencengkram tanah. Menyuplai makanan untuk kehidupannya. Sekaligus mempertahankan diri agar tidak tumbang ditiup angin.

Kadang juga ada orang iseng yang melukai batangnya. Tapi dia tetap menerima perlakuan itu. Tidak sedikit pun dia membalas atau menyalahkan. Dia tetap bertahan melewati itu semua. Luka yang tadinya dibuat oleh manusia-manusia iseng, dia sembuhkan lagi.

Akhirnya, dia menjadi semakin besar dan kokoh. Memberikan tempat berteduh di kala panas, bahkan untuk orang dulu melukai batangnya. Dahan dan rantingya menjadi tempat bersarang yang nyaman bagi burung. Di musim berbuah Beringin membuat burung-burung berpesta dengan buahnya yang melimpah.

Bayangkan dari sebutir benih yang sangat kecil awalnya, sekarang telah menjadi pohon yang berdiri kokoh. Yang dia lakukan hanyalah ikhlas menerima segala kejadian dan terus bertumbuh.

Nah, jika sekarang ini kita memiliki impian yang besar, namun merasa tidak mampu meraihnya, pikirkan tentang Beringin di atas. Kita sekarang mungkin seperti biji beringin yang sangat kecil. Namun, di dalam biji yang kecil itu tersimpan potensi untuk menjadi pohon yang besar dan kokoh.

Yang perlu kita lakukan hanyalah bertumbuh. Bertumbuh ke dalam dan ke luar. Dengan belajar dari berbagai guru, pakar, ahli, buku-buku dan berbagai sarana belajar lainnya, kita semakin bertumbuh ke luar. Dengan mempraktekkan apa yang kita pelajari dan ikhlas, tanpa kemelekatan, menerima apa pun hasil yang kita peroleh, kita semakin bertumbuh ke dalam.

Ibarat akar yang semakin kuat mencengkram bumi, pemahaman dan pengenalan diri merupakan hal penting yang menjamin kita tetap berdiri tegak menghadapi, hujan, badai, panas, dan berbagai kejadian hidup lainnya.

Setelah sekian tahun bertumbuh, kita akan menjadi pohon yang besar dan kokoh. Orang-orang akan datang berteduh di bawah rimbunnya daun kita. Burung-burung akan datang membuat sarang di antara ranting kita. Burung-burung juga akan berbondong-bondong datang memakan buah yang kita hasilkan. Kita menjadi daya tarik bagi banyak mahluk hidup lainnya.

Tapi yang harus kita perhatikan, bersediakah kita bertumbuh? www.spiritual-motivasi.blogspot.com *).

Minggu, 18 Januari 2009

BULATKAN TEKADMU: KEJARLAH MIMPIMU!

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Senja yang indah. Sebentar lagi matahari akan pamit. Sambil memandangi langit yang berwarna keemasan, saya bersama seorang teman berdiskusi ditemani secangkir kopi.
“Saya lagi stress, neh,” kata temanku.
“Stres? Kenapa?”
“Yah…kerjaanku nggak beres-beres. Gimana neh…? Gue merasa sangat tertekan dengan semua tugas yang harus gue beresin.”
“Tertekan? Emangnya lagi ada masalah? Atau lu nggak suka sama pekerjaan lu?”
“Iya. Sebenarnya sih, gue nggak suka sama pekerjaan gue!”
“Kalo nggak suka kenapa dulu melamar di sana?”
“Ya…gue butuh duitlah. Gimana bisa hidup kalo nggak ada duit?”
“Ya…emang sih. T’rus sebenarnya lu suka bagian apa? Atau pekerjaan mana yang bikin lu suka saat mengerjakannya. Intinya lu merasa fun dan enak gitu?”
“Kalo mau jujur…gue sukanya bidang tulis-menulis. Tapi gue nggak yakin bakal bisa sukses di bidang itu. Lha gue sendiri aja nggak punya latar belakang pendidikan di bidang itu.”
“Lu coba dulu. Emang semua penulis yang lu kenal semuanya memiliki latar belakang tentang penulisan? Saya malah pernah membaca buku yang ditulis oleh seorang ahli Fisika. Bahkan ada banyak buku yang ditulis oleh orang-orang yang tidak memiliki latar belakang kepenulisan tapi malah sukses di pasaran. Kalo mereka bisa, kenapa lu nggak bisa?”
“Itu kan mereka, bukan gue.”
“Jadi, lu merasa lu berbeda dari mereka? Mereka manusia, lu juga manusia. Mereka punya otak, emangnya lu ga punya?”
“Iya sih…”
“Lu liat semua penulis hebat yang dikenal dunia saat ini, awalnya mereka semua bukan siapa-siapa. Ngga ada orang yang lahir langsung jadi hebat. Semuanya melewati suatu proses. Bahkan di antara orang-orang hebat itu ada yang memulainya di lingkungan yang sangat sulit. Yang mungkin menurut kita nggak mungkin bisa sukses. Tapi, toh akhirnya mereka bisa sukses. Siapa yang kenal Andrea Hirata sebelum Laskar Pelangi terbit?”
“Ga tau…”
“Ya paling-paling keluarga dan teman-temannya. Ha..ha..ha… santai saja bro. Tapi intinya lu mesti yakin sama diri lu sendiri.”
“Emmm…iya juga…tapi apa gue bisa?”
“Tergantung keyakinan lu. Kalo lu yakin diri lu mampu, lu bakal bisa. Sebaliknya, jika lu merasa nggak akan sukses di bidang ini, percayalah…lu nggak bakal sukses. Lu akan selalu mendapatkan apa yang lu yakini.”
“Jadi…kalo gue yakin gue bisa, gue bakal bisa, gitu?”
“Pastinya. Tapi jangan yakin doang. Lu juga harus belajar dan yang paling penting berlatih menulis. Bacalah berbagai buku yang membahas tentang kepenulisan. Baca juga buku-buku yang mengangkat topik yang lu sukai.”
“Tapi, apa iya orang mau baca tulisan gue?”
“Tergantung. Tulisan lu bermanfaat nggak. Kalo bermanfaat pasti dibaca sama orang-orang. Makanya belajarlah yang banyak tentang topik yang ingin lu tulis. Kalo lu ngga tau apa-apa, apa yang mau lu tulis? Sebelum lu memberi sesuatu untuk orang lain, lu sendiri harus memilikinya. Misalnya, lu mau nyumbang duit, lu sendiri musti punya duit. Kalo nggak punya, gimana nyumbangnya?”
“Tapi, pendidikan gue kan nggak tinggi. Nggak punya gelar lagi.”
“Wah…jangan pesimistis gitu dong. Gelar bukanlah jaminan bagi sebuah tulisan itu disukai oleh orang atau tidak. Kalo lu punya ide bagus, memberikan manfaat, ide lu pantas dihargai. Orang-orang akan menghargai itu. Ide lu sama berharganya dengan ide seorang pakar. Saya bahkan pernah membaca tentang seorang TKW yang berhasil menulis buku. Dunia selalu menyediakan tempat bagi mereka yang memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.”
“Wah…hebat dong TKW itu…”
“Ya… karena dia berani dan percaya diri bahwa dia pasti bisa. Hasilnya dia beneran bisa. Kalo dia saja bisa, lu juga pasti bisa. Semua penulis hebat yang kita kenal sekarang, awalnya juga ragu-ragu dan tidak terlalu yakin. Tapi mereka terus mencoba dan berlatih. Terus belajar. Walau dikritik habis-habisan, mereka terus maju. Mereka tidak membiarkan kritik menghentikan langkah mereka. Mereka menggunakan kritik itu sebagai bahan bakar yang membuat semangat mereka terus membara. Akhirnya mereka terus tumbuh dan berkembang menjadi hebat seperti yang kita kenal sekarang. Tapi lu harus ingat! Awalnya mereka bukan siapa-siapa. Persis seperti lu.”
“Hmmm…iya juga ya…”
“Jangan takut salah. Semua orang pernah berbuat salah. Siapa yang selalu benar? Justru dengan salah, kita tahu betapa berartinya benar. Dengan salah, kita bisa belajar menjadi benar. Selalu ada makna dalam setiap kejadian. Termasuk dalam kesalahan sekali pun. Cuma, kita butuh kerendahan hati untuk mengakui, menerima, dan memperbaiki kesalahan yang kita perbuat. Kalo kita cukup rendah hati mengakui kesalahan kita dan belajar darinya, orang akan menghargai kita. Mereka akan senang berada di dekat kita dan mendukung usaha kita. So, mengapa harus takut salah? Mulailah. Kejar impianmu.”
“Wow…makin bijak lu sekarang.”
“Ah…biasa saja.”
“Tapi, gimana dengan pekerjaan gue?”
“Lu bisa bertahan dulu di tempat kerja yang sekarang. Ketika ada waktu luang, lu gunakan untuk belajar dan menulis. Ketika lu sudah siap dan merasa yakin bahwa lu bisa menghasilkan uang dari tulisan lu, lu bisa mengundurkan diri. Atau kalo nyali lu kuat, lu bisa berhenti saja sekarang dan fokus mengejar impian lu. Kadang dalam keadaan terjepit, kepepet, orang jadi lebih kreatif. Tiba-tiba saja dirinya memiliki kekuatan lebih. Tapi, lu pikirkan dulu matang-matang. Ini kan cuma pendapat gue. Yang jalanin nantinya kan lu sendiri. Lu yang akan nanggung resikonya. Keputusan tetap di tangan lu sendiri.”
“Hmmm…iya juga ya…”
“Kita masih muda bro… inilah saat yang tepat untuk mulai. Belum ada banyak hal yang harus kita pertimbangkan selain diri kita sendiri. Nothing to lose. Kadang gue dengar cerita orang-orang tua yang nyesel kenapa dulu waktu muda mereka nggak berani mengejar impian mereka. Mereka takut ambil resiko. Setelah tua baru mereka nyesel. Gue nggak ingin seperti itu. Apa lu mau seperti mereka?”
“Nggak lah…”
“Kalo begitu mulailah sekarang juga. Gue pernah baca bahwa jika kita fokus belajar tentang suatu hal, pada akhir tahun ke lima, kita akan mendapati diri kita telah menjadi ahli di bidang itu. Tapi kita harus memulainya sekarang. Kalo tidak, mau jadi apa kita lima tahun yang akan datang?”
“Bener juga sih…”
“Hidup memang penuh ketidakpastian. Namun, kita harus menentukan tujuan kita dengan pasti. Tujuan itulah yang ingin kita capai. Itulah pelabuhan yang ingin kita tuju dalam samudra kehidupan kita sendiri. Kalo tanpa pelabuhan yang ingin dituju, kita hanya akan terombang-ambing di tengah samudra kehidupan, menabrak karang, lalu karam ke dasar laut. Hidup yang menyedihkan.”
“Ciee… Eh gue ada sms masuk nih….. Thanks bro, gue musti pergi dulu. Ada janji sama teman. Ok ya bro, thanks. Akan gue pikirkan saran lu…”
“Ok deh…hati-hati ya…”
“Yup.”
Temanku pun pergi. Matahari juga pamit.

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

LIDAH BISA BOHONG TAPI SOAL SIKAP… GA’ BISA BOHONG

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Suatu senja, saya berdebat dengan seorang teman baik. Temanku ini termasuk orang yang sangat rajin berdoa. Rohani banget deh. Dia bercerita bahwa tadi dia baru saja ke gereja. Ada suatu pelajaran menarik yang ingin dia diskusikan dengan saya.
“Tadi,” dia memulai pembicaraan, “kami ditanyai oleh Pendeta. Pertanyaannya begini… Apakah kamu takut menjalani hidup di dunia ini?”
“Trus lu jawab apa?” saya bertanya.
“Gue jawab, takut,” katanya. “Karena………..”
Langsung saya potong.
“Lu jawab lu takut? Trus lu percaya sama Tuhan ga?”
“Percaya”, jawabnya.
“Lu percaya ga kaloTuhan itu Maha Baik dan Yang Paling Berkuasa di dunia ini, bahwa tidak ada kekuatan lain yang bisa mengalahkanNYA, bahwa DIA-lah yang berkuasa atas hidup dan matimu?” saya berbicara dengan nada lebih tinggi dan penekanan yang sangat jelas.

Dengan sedikit kaget akan reaksi saya, teman ini menjawab, “Ya percayalah.”
Langsung saya menyambar dengan pertanyaan, “Kalo begitu apa yang lu takutkan???”
“Ya, karena bla…bla…bla…” dia mulai mencari berbagai alasan yang masuk akal dan logikannya.

Saya menyerangnya dengan pernyataan bahwa mulai sekarang dia tidak perlu ke gereja lagi. Tidak perlu berdoa lagi. Dia bohong sama Tuhan. Ngaku-ngaku percaya Tuhan, tapi menjalani hidup dengan ketakutan di sampingnya. Saya katakan bahwa lebih baik orang yang jarang berdoa tapi menjalani hidup dengan penuh keyakinan akan perlindungan Tuhan, dibandingkan dirinya yang rajin berdoa namun tidak mempraktekkannya dalam sikap hidup setiap hari.

Mengaku Tuhan sebagai Yang Paling Berkuasa, Yang Maha Baik dan Maha Melindungi, mengucapkan hal itu dalam doa setiap hari. Mengaku percaya akan perlindungan Tuhan, tapi tetap hidup dalam ketakutan. ANEH BIN AJAIB!

Ada lagi teman lain yang belajar khusus bidang keagamaan. Dia berbicara banyak kepada orang lain tentang betapa pentingnya hidup dalam kasih dan betapa pentingnya memaafkan orang lain. Dia sendiri sulit memaafkan orang lain.

Saya yakin Anda sendiri pasti pernah menemukan orang yang pandai berbicara tentang suatu topik, tapi hanya di mulut. Dia sendiri tidak menjalankannya. Ada yang ahli menilai tapi dia sendiri tidak melakukan apa-apa untuk mengubah hal yang dinilainya. Berbicara tentang CINTA, tapi pandai MEMBENCI. Menekankan pentingnya kejujuran, di belakang tipu sana-sini.

Berkoar-koar tentang kerendahan hati, tapi sikap hidup penuh kesombongan.

Seorang teman berembel-embel SE. Dia pandai menyeimbangkan neraca di kantor, tapi neraca keuangannya sendiri timpang. Belum habis bulan, gaji sudah habis. Seorang teman lain, hanya tamatan SMA, tapi selalu bisa menabung setiap bulan. Jelas…teman SE saya kalah telak sama si tamatan SMA. Apa gunanya belajar akuntansi selama lima tahun?

Sebuah lelucon yang saya baca di sebuah buku humor menertawakan paradoks itu. Bunyinya begini…
Apa kesamaan antara psikolog dan computer?
Sama-sama pandai menyelesaikan masalah orang lain, tapi tidak bisa mengatasi masalah sendiri.
Apakah itu hanya sebuah lelucon? Mungkin ada benarnya.

Merenungkan berbagai kejadian itu, saya mulai mengambil sikap untuk menilai orang hanya dari sikap hidupnya. Bukan embel-embelnya. Kalau butuh embel-embel sarjana teknik dulu, Alfa Edison mungkin takkan pernah menemukan bohlam lampu dan berbagai penemuan lainnya. Menurut cerita, dia hanya bersekolah selama tiga bulan. Kemudian dipulangkan karena mengalami “kesulitan belajar”, menurut penilaian gurunya.

Saya juga tidak meremehkan orang yang tidak memiliki gelar. Buktinya, banyak orang kaya sekarang ini kaya tanpa gelar apa pun. Banyak buku membahas hal itu.

Mungkin orang-orang itu sedang mengajari kita agar selalu melaksanakan apa yang kita pelajari (yang baik-baik, tentunya). Jangan seperti mereka.

Selalu lihat sikap hidupnya, baru dapat menilai seseorang secara obyektif. Jangan silau oleh embel-embel. Memiliki gelar bukan berarti paling bisa. Tak bergelar bukan berarti tidak bisa apa-apa. Lidah bisa bohong, tapi soal sikap hidup… ga bisa bohong.

Apalah gunanya mempelajari suatu hal tapi hanya untuk mengisi otak dan tidak dipraktekkan dalam hidup? Apa biar dibilang hebat oleh orang lain? Pembelajaran sejati hanya terjadi ketika ada perubahan dalam sikap hidup. www.spiritual-motivasi.blogspot.com *)

Kamis, 15 Januari 2009

KISAH ANJING KESAYANGANKU

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

“If some one else can make you happy and unhappy, you are not a master. You are just a slave… Only a master of oneself can transcend anguish”
- Osho.

Ketika duduk di bangku SMP, saya memiliki seekor anjing peliharaan. Kami begitu akrab layaknya sahabat. Saya merawatnya sejak masih kecil.

Kalau saya lagi ke sekolah, anjing ini tidak akan ke mana-mana. Dia menungguku di rumah. Ketika waktunya saya pulang sekolah dia akan menungguku di ujung jalan di depan rumah. Dia sepertinya sudah hafal jam berapa saya akan pulang sekolah.

Suatu siang saya disuruh ayah membawa kerbau ke sungai untuk memberinya minum sekaligus untuk berendam di panasnya udara siang itu. Melihat saya pergi, anjing peliharaanku ini pun mengikutiku.

Setelah tiba di tempat kerbau diikat, saya melepaskan ikatannya dan menariknya ke sungai. Melihat kerbau, anjingku itu menggonggongnya dengan keras. Sepanjang jalan menuju sungai, dia terus menggonggong kerbau. Akan tetapi, kerbau tidak mempedulikannya. Mungkin karena saya menariknya.

Melihat air sungai, kerbau langsung berjalan lebih cepat dan memuaskan rasa hausnya. Anjing terus menyalak. Tidak puas menggonggong dari sisi kiri, dia menggonggong dari sisi kanan. Terus seperti itu selama beberapa saat.

Saya naik dan duduk di atas sebuah batu besar. Saya mengendorkan tali kerbau dan membiarkan dia minum sesukanya. Saya tersenyum sendiri memperhatikan tingkah anjing yang terus mengganggu kerbau.

Walaupun digonggong si anjing, kerbau tidak peduli. Dia lebih sibuk memuaskan dahaganya. Setelah cukup minum, dia masuk ke air dan berbaring tanpa sedikitpun mempedulikan gangguan si anjing.

Saya lalu mencoba menganalisa kejadian itu. Mengapa anjing ini terus menggonggong kerbau?

Alasan pertama, mungkin karena anjing adalah jenis binatang yang suka berburu. Jadi, saat melihat kerbau, naluri berburunya timbul. Tapi, kalau ingin berburu, kenapa tidak langsung dia gigit saja si kerbau, seperti ketika dia menggigit anak babi tetangga beberapa waktu yang lalu? Tanpa mengeluarkan suara, dia langsung berlari dan menggigitnya.

Namun, sekarang dia terus saja menggonggong seolah hanya ingin mendapatkan perhatian kerbau. Buang-buang tenaga saja.

Tapi akhirnya saya menemukan alasan kedua yang menurut saya lebih masuk akal. Anjing menggonggongi kerbau mungkin karena dia terkejut ketika menyadari ada binatang lain yang jauh lebih besar dari dirinya. Dia jadi tampak sangat kecil di samping kerbau. Dia takut kehilangan perhatian.

Kerbau tetap tenang dan tidak menanggapi si anjing karena mungkin dia berpikir “Untuk apa saya mempedulikan anjing kecil ini. Seluruh dunia juga tahu kalau saya jauh lebih besar dari dirinya”.

Kalau ada orang yang menghakimi, merendahkan, mengganggu, mencurigai diri kita, tetaplah tenang. Anggap saja gonggongan itu hanya untuk memperingati kita bahwa diri kita jauh lebih besar dari (maaf) si anjing kecil itu. Teruslah minum minuman bergizi untuk mengembangkan diri kita.

Dan kalau kita ingin menggonggong orang lain, berpikirlah masak-masak. Mungkin sebenarnya kita takut mengakui kenyataan bahwa orang lain itu lebih besar dari diri kita. Gunakan energi yang hendak dibuang percuma itu untuk membesarkan diri kita sendiri. Sehingga akhirnya kita sama besar atau bahkan lebih besar dari dirinya. www.spiritual-motivasi.blogspot.com *)

KISAH DUA EKOR KUDA

www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Ada sebuah cerita yang saya dengar dari seseorang beberapa tahun yang lalu. Ceritanya begini…

Ada seorang pedagang yang memiliki dua ekor kuda. Di jaman itu belum ada mobil. Jadi, untuk mengangkut barang dagangannya menggunaan tenaga kuda. Suatu hari, pedagang ini hendak berjualan di kampung tetangga. Dimuatlah dua jenis barang dagangan ke punggung masing-masing kuda.

Kuda yang pertama mendapat beban sepasang kasur busa. Dia sangat senang karena kasur busa itu sangat ringan. Kuda yang kedua sedikit apes. Dia harus memikul sekarung garam di punggungnya.

Melihat kejadian itu, kuda pertama yang mengangkut kasur busa semakin senang. Dia bahkan mengolok-olok kuda kedua. Sepanjang jalan dia tersenyum puas dan bahkan tertawa terbahak-bahak memikirkan kesialan temannya, kuda kedua.

Untuk mencapai tempat yang dituju, mereka harus menyeberangi sebuah sungai. Ketika mencapai sungai tersebut mereka pun mulai berjalan perlahan-lahan menyeberanginya. Karena terlena akan kenikmatannya yang hanya memikul kasur busa, kuda pertama kurang memperhatikan langkahnya sehingga dia terantuk dan jatuh menimpa kuda kedua.

Kedua kuda itu jatuh tercebur ke dalam air. Apes berbalik menghampiri kuda pertama. Namanya kasur busa kalau kena air akan semakin berat. Kuda pertama berjalan terhuyung karena bebannya menjadi sangat berat sekarang.

Sedangkan kuda kedua tersenyum puas. Bebannya sangat ringan sekarang. Ketika tercebur tadi, sebagian garam larut di dalam air sampai berkurang setengahnya. Dia berjalan dengan entengnya.

Bersyukurlah menjalani hari-hari hidup kita sendiri. Jangan membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Apa lagi menertawaknnya. Siapapun yang pandai menghakimi akan dihakimi.

Jika sikap menghakimi datang menghampiri, peluklah ia erat-erat. Jangan biarkan dia mengendalikan diri kita. Selalu introspeksi dan merefleksi agar jangan kita jatuh di lobang yang sama dua kali. www.spiritual-motivasi.blogspot.com *).

PENGALAMAN ADALAH GURU TERBAIK

Diceritakan seorang yang sangat terpelajar sedang menyeberangi sebuah danau menggunakan perahu. Sementara perahu menyeberangi danau, dia bercerita berapi-api kepada si pemilik perahu tentang berbagai teknik mutakhir dalam berenang yang telah dia pelajari dari berbagai guru ternama.

Pemilik perahu, yang dari kecil tidak pernah mengenyam bangku sekolah, terlihat mangut-mangut. Antara paham, kagum, dan bingung dengan berbagai istilah asing yang terlontar dari mulut manusia terpelajar di hadapannya. Dia sendiri tidak pernah mempelajari teknik berenang secara khusus. Yang dia tahu, sejak kecil dia sudah mulai berenang di danau itu mengikuti ayahnya.

Sejenak kemudian, tiba-tiba angin bertiup kencang menimbulkan gelombang yang menghantam lambung perahu dengan keras. Akibatnya, perahu terbalik dan kedua penumpangnya terlempar ke danau.

Si pemilik perahu langsung berenang menyelamatkan diri. Sedangakan manusia terpelajar tadi terlihat megap-megap berteriak minta diselamatkan oleh pemilik perahu. Ternyata dia tidak bisa berenang.

Apalah gunanya memiliki ilmu segudang namun tidak dipraktekkan?

Coba kita renungkan sebuah pepatah yang menjadi judul tulisan ini. Bukan ahli, guru, suhu, buku, atau apapun yang lain yang menjadi guru terbaik. Tapi pengalaman. Ya, pengalaman adalah guru terbaik.

Bukan berarti kita lalu tidak belajar dari para ahli, guru, suhu, buku-buku atau sumber informasi lainnya. Hal itu terbukti sangat membantu pembelajaran kita. Namun setelah kita belajar dari mereka semua, kita harus mempraktekkannya dalam hidup kita sendiri.

Dengan mempraktekannya, kita akan memiliki pemahaman yang lebih baik. Kita juga akan semakin pandai tentang hal yang kita pelajari itu. Kita belum sepenuhnya belajar jika belum menjalankan apa yang kita pelajari. Pengalamanlah yang menyempurnakan hasil belajar kita.

Dikatakan bahwa jaman kita ini adalah jaman informasi. Siapa yang paling cepat memiliki informasi, maka dialah yang akan menjadi kaya. Namun, akankah menjadi kaya jika setelah mengetahui informasi berharga tapi tidak dijalankan? Ibarat menemukan peta harta karun, namun tidak menggalinya. Akankah kita memiliki emas dan berlian yang tersimpan di dalamnya.

Parahnya lagi, ada orang yang hanya belajar tentang suatu hal baru lalu membangga-banggakan ilmunya tanpa mempraktekan ilmu itu. Persis seperti manusia terpelajar dalam cerita di awal.

Jika belajar berenang, terjunlah ke dalam air.
Jika belajar menulis, menulislah.
Jika belajar tentang randah hati, jadilah rendah hati.
Belajar tentang cinta, jangan lupa memafkan dan menghormati pribadi lain.

Apalah gunanya memiliki ilmu segudang namun tidak dipraktekkan?
www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Senin, 12 Januari 2009

RUMPUT LIAR DI ANTARA PADI

Oleh Hermanus Y Lobo
www.spiritual-motivasi.blogspot.com


Masa kecil saya banyak dilewati di daerah persawahan. Ada cerita menarik yang ingin saya bagikan dengan Anda sekarang.

Sejak kecil saya sering membantu orang tua bekerja di sawah.

Sebelum padi ditanam, biasanya tanah dibajak. Diolah dan dibersihkan dari berbagai rumput liar dan sisa batang padi setelah dipanen. Ketika bibit padi dipindahkan dari tempat persemaian ke bedengan, bedengan harus sudah benar-benar siap untuk ditanami. Yang tersisa biasanya hanya lumpur.

Setelah kegiatan menanam, bedeng sawah terlihat hijau oleh tanaman padi. Tidak ada tumbuhan lain. Namun, sekitar semingu kemudian, rumput liar mulai nampak. Mereka tumbuh dengan cepat menghimpit padi yang baru ditanam.

Karena itu, sekitar dua minggu sampai sebulan setelah ditanam, para petani harus mulai mencabuti rumput-rumput liar. Kalau tidak, jangan harap dapat memperoleh panen yang memuaskan. Padi akan kerdil bahkan mati dikerubuti tumbuhan tak diinginkan itu.

Saya sering membantu orang tua untuk mencabuti rumput liar ini.

Saya masih ingat ketika pertama kali ikut orang tua mencabuti rumput di antara padi. Ketika saya sudah berhasil mengumpulkan rumput segenggaman tangan munggil saya, saya hendak melemparkannya ke pematang. Baru mulai mengambil ancang-ancang, tiba-tiba ayah bersuara.

“Jangan dibuang ke pematang,” kata ayah saya. “Benamkan saja ke dalam lumpur.”

Saya terkejut. Bukankah tumbuhan liar ini harus disingkirkan?

“Kenapa harus dibenamkan ke dalam lumpur?” saya meminta penjelasan pada ayah dengan wajah penuh tanda tanya. Saya belum masuk sekolah dasar saat itu.

Ayah saya berhenti sebentar, menarik napas panjang sambil menahan rasa lelah, lalu memandang ke arah saya.

“Nanti setelah rumput-rumput liar itu dibenamkan di dalam lumpur, dia akan membusuk. Nah… setelah membusuk, rumput-rumput liar itu akan menjadi pupuk yang sangat bermanfaat untuk menyuburkan padi.”

“Oh… begitu ya”. Saya mengangguk-anggukkan kepala memahami penjelasan ayah. Ternyata ayah pintar juga. Mungkin beliau belajar dari para penyuluh pertanian yang sering berkunjung ke desa.

Setiap hari kita sering berhadapan dengan berbagai masalah. Walaupun kita tidak menginginkannya. Berbagai antisipasi telah dilakukan. Akan tetapi, masalah entah dari mana selalu datang berkunjung.

Seperti rumput liar di antara padi, masalah selalu tumbuh dengan sendirinya. Namun, dengan penanganan yang tepat kita dapat mengubah rumput liar menjadi pupuk yang bermanfaat.

Rumput liar bahkan dapat menjadi petunjuk yang menguntungkan. Tanah di mana rumput liar tumbuh dengan lebat, pasti memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Sebaliknya, daerah yang hanya sedikit ditumbuhi rumput liar menandakan sedikitnya zat-zat penunjang kehidupan yang terkandung di dalamnya.

Jika Anda mengalami banyak masalah, bersyukurlah. Sebenarnya ada banyak peluang untuk bertumbuh di sana. www.spiritual-motivasi.blogspot.com *).

Sabtu, 10 Januari 2009

Di Manakah TEMPAT ALAMIAH Saya?

Bagi seekor ayam, daratan yang kering adalah tempat hidup yang sempurnah. Dengan jari-jari kakinya yang telah dilengkapi dengan kuku yang tajam dia dapat mengais tanah. Menemukan cacing dan semut serta serangga lainnya untuk disantap. Ketika malam tiba, ia akan terbang naik ke atas pohon untuk beristirahat. Itulah tempat alamiahnya ayam.

Lain ceritanya bebek. Walaupun sama-sama unggas seperti ayam, tapi tempat hidupnya adalah di tempat becek dan berlumpur serta air kolam. Kaki bebek telah dilengkapi dengan selaput antara jarinya yang memudahkan ia untuk berdiri di atas tanah berlumpur. Bentuk paruhnya pun telah dirancang untuk menyaring makanan dari lumpur. Buangkan saja beberapa biji jagung di dalam lumpur. Anda akan terkejut kalau dengan mudah akan bebek temukan. Tapi ayam, hal itu sangat sulit untuk dilakukan. Itulah tempat alamiahnya bebek.

Ayam memang membutuhkan air. Tapi hanya sebatas pemuas dahaga. Uniknya, ayam membersihkan tubuhnya dengan mandi debu tanah. Sedangkan bebek, air adalah surganya. Dari tempat mencari makan sampai mandi dan bercengkrama dengan teman-temannya, yang juga bebek pastinya. Kalau panas, ayam akan berteduh di bawah pohon. Sedangkan bebek akan menceburkan diri ke dalam air kolam.

Di tanah kering, ayam menunjukan kepribadian sesungguhnya sebagai ayam, lengkap dengan segala kelebihannya. Di tanah becek dan air kolam, bebek tampil sempurnah dengan sifat-sifat alamiahnya sebagai bebek.

Nah, pertanyaannya sekarang di manakah tempat alamiah kita? Di manakah kita dapat mengeluarkan kemampuan terbaik kita? Di manakah selayaknya jalan hidup kita ditelusuri? Di jalan manakah hidup kita akan dibaktikan? Ke manakah suara hati kita memanggil?

Jelas… manusia tidak dapat dibandingkan dengan ayam dan bebek. Manusia adalah mahluk yang paling sempurnah di antara semua ciptaan Tuhan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa banyak manusia lupa di mana tempat alamianya. Di mana talentanya, bakatnya, kemampuan terbaiknya dapat dimanfaatkan dengan optimal.

Menganggap diri sebagai mahluk paling sempurnah, manusia kadang mengikuti keserakahnnya dan memasuki dunia yang sebenarnya bukan bidangnya. Lihat saja daftar caleg saat ini.

Saya percaya setiap manusia dilahirkan dengan dilengkapi dengan bakat yang unik. Setiap orang itu unik. Demikian juga bakatnya. Ketika bekerja di bidang yang bukan merupakan panggilan jiwa kita, kita tidak akan merasa bahagia. Kita tidak bisa mengeluarkan kemampuan terbaik kita yang mana akan membuat hidup kita bersinar. Karena kita tidak menyukai pekerjaan yang kita lakukan, hasilnya pun tidak akan sangat memuaskan. Ada saja yang kurang di sana.

Ketika bekerja di bidang yang bukan bakat alami kita, kita ibarat seekor ayam yang tinggal di tanah berlumpur. Kaki kita tidak dilengkapi selaput seperti bebek yang memudahkan untuk bergerak. Susah mencari makan karena paruh kita tidak cocok untuk daerah berlumpur. Kita tidak dapat mengeluarkan kemampuan terbaik kita. Sebaliknya kita mungkin malah tenggelam karena kita tidak mampu berenang. Akhirnya kita tidak bahagia.

Lain ceritanya jika kita berkarya di bidang yang merupakan bakat alami kita. Ketika melakukan hal yang kita sukai, waktu terasa berhenti. Seluruh dunia seolah bersekutu mendukung kita. Hati selalu bergembira. Kita menjalani hidup yang utuh dan memuaskan. Kita mencintai pekerjaan kita. Hasilnya pun bisa dipastikan akan memuaskan. Karena di sana ada sebuah energi pendorong yang luar biasa dahsyatnya, CINTA.

Cinta adalah kekuatan terbesar di dunia. Orang bisa menyeberangi lautan luas, mendaki gunung tinggi, berperang melawan musuh, berkhianat terhadap negaranya sendiri hanya untuk mendapatkan cinta. Lihatlah cerita dan legenda yang telah berumur ratusan bahkan ribuan tahun. Sebagian besarnya berlatarkan cinta. Tangkupan Perahu, Cleopatra, Romeo and Juliet, adalah di antaranya.

Diceritakan bahwa Thomas A. Edison mengalami kegagalan ribuan kali sebelum berhasil menciptakan lampu pijar. Ada yang menyebutkan yang membuat Edison tetap bertahan adalah karena ketekunan, kesabaran, kerja keras, jangan mudah menyerah, dan sebagainya. Sisi lain kenapa Edison tetap bertahan walau mengalami ribuan kegagalan adalah CINTA. Ya, cintalah yang memberinya kekuatan.

Edison telah jatuh cinta akan pekerjaannya. Dia jatuh cinta dengan apa yang dia lakukan. Mungkin dia merasa di sanalah panggilan hidupnya. Di sanalah dia menemukan kegembiraannya. Di sanalah hatinya memanggil. Dia sudah terlanjur cinta sehingga beribu-ribu kali gagal pun tidak dapat menghentikan langkahnya. Sampai akhirnya, dia sukses besar.

Bayangkan… apa yang akan terjadi jika kita semua bekerja di bidang yang memang menjadi bakat alami kita? www.spiritual–motivasi.blogspot.com *

* * * * * * *
Hermanus Y Lobo
SPIRITUAL MOTIVATOR

Sadis!!!!!!!......

Terlalu sadis dirimu
Menjadikan diriku
Pelampiasan cintamu
Agar dia kembali padamu
Tanpa perduli sakitnya aku

Tega niannya caramu
Menyingkirkan diriku
Akhiri percintaan ini
Agar dia kembali padamu
Tanpa perduli sakitnya aku

Semoga Tuhan membalas semua yang terjadi kepadaku suatu saat nanti
………………………..

Itulah kutipan syair lagu SADIS yang dibawakan dengan sangat indah oleh Afgan. Lagu ini merupakan salah satu lagu kesukaan saya. Lagu yang sangat menyentuh dan dalam serta enak didengar.

Semoga Tuhan membalas………

Jelas yang tercampakkan merasa terluka, lemah dan tak berdaya. Dia tak tahu harus bagaimana lagi mengatasi situasi yang menimpanya. Hanya Tuhan tumpuan hidupnya. Tuhan-lah penolongnya. Sangat beriman.

Namun, dalam doanya dia menyimpan dendam. Hal itu dengan sangat jelas terungkap dalam permintaannya agar Tuhan membalas rasa sakitnya. Dia tidak berdaya, jadi Tuhan diangkat menjadi pembelanya. Sesuatu yang sangat berlawanan dengan sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang akan semua mahluk. Yang baik maupun yang tidak.

Nah, kalau demikian sifat Tuhan, masih tepatkah doa tersebut?

Penderitaan selalu ada di mana-mana. Menimpa siapa saja. Dapat terjadi kapan saja. Suka atau tidak. Bisakah kita mengelak? Melalui tulisan ini saya ingin menghadirkan hasil permenungan pribadi. Anggap saja ini sebagai sebuah alternatif dari berbagi pilihan sikap yang telah ada.

Hidup penuh dengan keseimbangan. Ada baik di satu sisi, buruk menempati sisi yang lainnya. Bahagia-derita, tawa-tangisan, positif-negatif, sukses-gagal, siang-malam, semuanya hadir secara bersamaan membentuk sebuah keseimbangan. Seperti dua sisi mata uang, tak terpisahkan sampai kapan pun.

Lihatlah magnet, ada kutub positif dan negatif. Kita belajar bahwa magnet yang sekutub akan tolak-menolak. Sedangkan magnet yang berlainan kutub tarik-menarik. Bayangkan kalau hanya ada satu kutub, masihkah dia berfungsi sebagai magnet?

Arus listrik adalah contoh lainnya. Jika hanya ada satu arus, hanya positif atau hanya negatif, lampu tidak akan menyala. Harus lengkap keduannya. Atau bayangkan kalau hanya ada siang tapi tidak ada malam. Entah apa jadinya dunia ini.

Penderitaan datang sebagai sebuah makna tersembunyi. Dalam penderitaan pasti ada nilai kehidupan yang bisa kita petik. Ada sebuah pelajaran yang berharga. Penderitaan tidak hadir untuk dihindari atau disingkirkan dari kehidupan. Penderitaan datang untuk membuat kita semakin kokoh berjalan meraih impian.

Misalkan saja sebatang pohon, sebelum dia tumbuh semakin tinggi akarnya harus tumbuh semakin dalam mencengkram tanah. Karena semakin tinggi pohon semakin kencang angin bertiup. Kalau tidak, dengan sekali tiupan angin dia tumbang menyusur tanah. Sia-sialah sudah usahanya untuk tumbuh semakin tinggi.

Cobaan dan penderitaan serupa zat gizi dan vitamin yang dibutuhkan untuk tumbuh ke dalam. Menguatkan mental dan hati. Membuat pijakan kita semakin kokoh sebelum tumbuh semakin tinggi.

Kegagalan kita untuk menangkap makna di balik sebuah kejadianlah yang membuat kita menghindari penderitaan. Tuhan tentu tidak akan membiarkan kita menderita tanpa sebuah alasan yang menguntungkan. Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa Tuhan tidak akan memberi kita cobaan di luar kemampuan kita. Jelas… Tuhan tahu keadaan kita dan melalui cobaan kita dididik untuk meningkatkan kemampuan kita.

Saya percaya sepenuhnya bahwa Tuhan itu Maha Baik. Tidak hanya kebahagiaan, penderitaan pun menjadi tanda kebaikan Tuhan. Karena dalam setiap kejadian, baik bahagia maupun derita, Tuhan menitipkan makna kehidupan. Tugas kita adalah menemukan makna tersebut.

Sangat membahagiakan mengetahui bahwa ada satu hukum alam yang akan sangat membantu kita menggali pesan-pesan berharga dalam penderitaan. Hukum Polaritas. Hukum ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatu pun ada tanpa ada kebalikannya.

Sekali lagi, bahwa tidak ada sesuatu pun ada tanpa ada kebalikannya.

Jika kita menganggap suatu kejadian itu negatif, menurut Hukum Polaritas nilai positif pun ada di sana. Tidak mungkin tidak, karena Hukum Polaritas adalah hukum alam yang berlaku kapan saja, di mana saja, pada siapa saja, suka atau tidak. Sama seperti Hukum Gravitasi bumi.

Saya yakin anda ingin sebuah contoh sekarang.

Lihatlah proses kelahiran. Sang ibu harus menahan sakit yang luar biasa. Mempertaruhkan hidupnya. Akan tetapi, pada saat yang sama dia sedang memberikan sebuah kehidupan baru kepada bayinya. Penderitaan menghasilkan kebahagiaan.

Sebaliknya, kelahiran seorang anak akan membawa kebahagiaan untuk keluarganya (Kalau kelahiran itu memang diinginkan). Keluarga senang karena sekarang ada anggota baru dalam keluarga. Tapi, bukankah kematian telah menanti dengan pasti. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarinya.

Sekali lagi, tidak ada sesuatu pun ada tanpa ada kebalikannya. Tergantung fokus pikiran kita ke arah mana. Kemelekatan pikiran akan kebahagiaanlah yang membutakan mata kita akan makna di balik derita.

Kalau dalam derita ada kebahagiaan dan dalam kebahagiaan mengandung derita, bagaimanakah cara terbaik dalam menghadapi segala kejadian? Seorang bijak di negeri ini memberikan sebuah saran adalah dengan KEIKHLASAN. Ikhlas menerima apa pun yang terjadi. Percaya dan pasrah bahwa apa pun yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita. Kemauan Tuhan memang terkadang di luar pemikiran kita. Akan tetapi, kita harus percaya bahwa semua yang terjadi adalah demi kebaikan kita.

Ada sebuah kisah sedih yang saya alami sendiri, tetapi saya dapat menemukan nilai positif dalam kejadian itu. Kisah ini sudah saya posting di sini (Bagaimana menemukan nilai Positif dalam kejadian Negatif)

* * * * *
Semoga bermanfaat
Terima kasih

Hermanus Y Lobo
SPIRITUAL MOTIVATOR
www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Rabu, 07 Januari 2009

Orang Tua (Juga) Ingin DIKAGUMI

Saya memiliki kenangan yang sangat menyentuh dengan ayah saya. Kenangan itu tercipta hampir dua puluh tahun yang lalu. Saya belum masuk sekolah saat itu, kira-kira baru berusia tiga atau empat tahun.

Kejadiannya begini…

Pada suatu pagi yang cerah dan indah, terjadi hal yang tak terduga. Sesuatu yang di luar kebiasaan keluarga kami.

Ayah saya biasanya sudah berangkat pagi-pagi ke kebun. Kira-kira jam setengah enam atau jam enam pagi beliau sudah pergi. Matahari pun belum terbit saat itu, masih bersembunyi di balik bukit. Selain untuk memindahkan kerbau ke tempat yang memiliki rumput segar, juga untuk mengawasi pengairan di sawah. Nanti sekitar jam sembilan atau jam sepuluh pagi ayah pulang untuk makan pagi.

Ibu saya bangun lebih telat dari ayah. Setelah bangun ibu langsung menyiapkan makan pagi untuk kami semua. Saya dan kakak perampuan saya merupakan orang yang bangun paling akhir. Kami adalah raja dan ratu di rumah. Ya… namanya juga anak-anak.

Setelah bangun biasanya saya ke rumah tetangga menemui teman saya untuk bermain. Kalau teman saya sedang pergi bersama orang tuanya, terpaksa saya main sendirian. Kadang-kadang juga saya main masak-masak bersama kakak perampuan saya.

Akan tetapi… pagi ini berbeda.
Saat ayah bangun, dia membangunkan dan mengajak saya ke kebun. Saya masih ingin tidur saat kami mulai berangkat ke kebun. Mata masih mengantuk. Namun, saya senang diajak ayah.
“Ayah mau tunjukan sesuatu kepada kamu,” kata ayah saya.

Matahari masih tidur di balik bukit. Belum bangun. Tetesan embun dan udara pagi yang dingin menyambut kedatangan kami. Saya masih dibalut selimut… nyaman dan hangat dalam gendongan ayah. Desa kami berada di ketinggian sekitar lima ratus meter di atas permukaan laut. Jadi, di pagi hari sekitar jam enam masih cukup dingin.

Sampai di kebun yang berjarak sekitar dua kilo meter dari rumah, ayah menunjukan sesuatu yang menjadi tujuan kami pagi itu.
“Tadi malam kerbau ayah beranak,” kata ayah. “Inilah yang mau ayah tunjukan ke kamu.” Wajah ayah nampak senang dan bahagia. Saya juga senang dan takjub melihat anak kerbau untuk pertama kalinya.

Menyadari ada yang datang mendekat, sang induk terlihat siaga. Telinganya berdiri tegak. Matanya awas memeriksa keadaan sekitar. Naluri keibuannya nampak. Akan tetapi, setelah mengetahui yang datang tersebut adalah ayah, tuannya, dia terlihat nyaman. Kemudian, melanjutkan acara makan rumputnya.

Anak kerbau terlihat lucu dan imut. Matanya bulat seperti bola ping pong. Dia selalu berada di dekat induknya. Tubuhnya berwarna abu-abu. Tanduknya belum tumbuh. Mirip kancil dalam film kartun. Ini adalah pagi pertamanya. Inilah untuk pertama kalinya dia melihat dunia. Dia mungkin belum tahu kalau ayah adalah tuannya.

Kata ayah, kerbau melewati masa bunting selama sembilan bulan. Sama seperti manusia. Oh ternyata manusia sama dengan kerbau, masa kehamilannya. Itulah pelajaran biologi pertama saya.

Setelah puas melihat anak kerbau, kami pulang ke rumah. Saya dengan penuh kebanggaan bercerita tentang anak kerbau kepada ibu dan kakak. Tidak lupa, saya juga berbagi cerita kepada teman-teman.

Seiring berlalunya waktu, saya pun jadi lupa akan pengalaman itu. Terkubur di dasar memori.
Namun… sekarang, hampir dua puluh tahun berlalu, kenangan itu kembali hidup dalam ingatan. Semuanya tergambar kembali secara jelas. Seolah baru saja terjadi kemarin. Kenangan manis itu juga menghadirkan sebuah pertanyaan singkat tapi dalam… Apa sebenarnya yang mau dikatakan ayah kepada saya saat itu. Apa makna sesungguhnya dari kejadian di pagi yang indah itu.

Kalau hanya untuk melihat anak kerbau, kenapa ayah harus mengajak saya pagi-pagi di saat saya masih terlelap. Kan bisa saja nanti siang atau besoknya. Dan juga mengapa ayah tidak mengajak kakak perampuan saya yang lebih tua sekaligus anak sulung. Mengapa dia hanya mengajak saya. Seolah-olah peristiwa kerbau beranak adalah sesuatu yang sangat penting bagi saya. Bagaimanapun juga, saya hanya seorang anak kecil.

Apa yang sebenarnya ingin ayah perlihatkan kepada saya. Apa makna peristiwa itu. Adakah sesuatu yang bernilai untuk dipetik di sana?

Setelah menelusuri kembali, merenung cukup dalam… akhirnya saya menangkap pesan yang ingin disampaikan ayah. Ya, saya paham sekarang. Saya paham makna tersembunyi dalam kejadian itu.

Ayah adalah orang desa yang hanya tamatan SD. Beliau belum pernah menginjakkan kaki di kota besar. Kota terbesar yang pernah dikunjunginya adalah kota kabupaten. Selain itu, ayah selalu menghabiskan waktunya di desa. Setiap hari ayah bekerja di sawah, bermandikan lumpur dan terik sinar matahari. Berteman dengan kerbau dan burung-burung pemakan padi. Berbagi darah dengan lintah dan nyamuk. Tanpa alas kaki. Hidupnya sangat sederhana.

Sejujurnya… tidak ada banyak hal yang bisa dibanggakan dari sosok ayah seperti itu. Saya pikir, dia juga bingung harus bagaimana membuat saya, anak lelakinya mengagguminya.

Ayah juga pernah bercerita… dulu dia memiliki seekor kuda jantan. Kuda tersebut sering ayah tunggangi dan memiliki stamina yang prima. Ayah sangat sayang pada kuda peliharaannya itu. Namun, suatu hari ayah berubah pikiran. Ayah memutuskan untuk mem-barter kudanya dengan seekor kerbau. Karena nilai kerbau lebih tinggi dari nilai seekor kuda, ayah hanya mendapatkan seekor anak kerbau betina untuk kuda jantannya.

Ayah merawat anak kerbau itu dengan baik. Dan sekarang, setelah beberapa tahun kerbau tersebut beranak untuk pertama kalinya. Peristiwa beranaknya kerbau itulah yang membuat ayah menggendong saya pagi-pagi ke kebun. Ayah ingin saya menjadi orang pertama yang mengetahuinya, selain dirinya dan ibu.

Tidak banyak orang yang bisa memelihara kerbau dengan baik dari kecil sampai dapat beranak. Hanya orang sabar dan penyayang binatang yang dapat melakukannya. Jenis orang seperti itu di desa saya tidak banyak. Dan ayah termasuk dalam kelompok itu. Ayah merasa hal itu cukup menjadi peristiwa untuk dibanggakan di mata anak lelakinya.

Sebenarnya yang ingin ayah katakan dengan menunjukan anak kerbau tersebut adalah “Putraku, ayahmu ini hebat.” Itulah pesan yang saya tangkap setelah merenungnya cukup lama. Ayah ingin dikagumi. Bukan oleh kakak perampuan saya, tetapi oleh saya, putranya, yang akan mewarisi sifat-sifatnya. Yang akan menjadi penerusnya.

Namun, butuh waktu hampir dua puluh tahun bagi saya untuk memahami pesan tersembunyinya itu.

Saya bersyukur dapat memahami kejadian itu sekarang, saat ayah masih hidup. Saya beruntung masih memiliki kesempatan untuk membuat ayah bahagia. Untuk memberikan apa yang dia inginkan. Untuk berterima kasih atas segala pengorbanan dan cinta yang tulus dia curahkan untukku.

Saya ingin ayah tahu kalau sosok seorang ayah adalah hal yang tidak tergantikan dalam hidup seorang anak. Saya ingin dia tahu kalau di lubuk hati yang terdalam saya selalu mengaguminya. Tak peduli sesederhana apa pun dia. Saya juga ingin meminta maaf atas segala kesalahan dan pertengkaran yang saya perbuat. Saya ingin ayah tahu kalau dia adalah ayah yang hebat, penuh cinta dan teladan kehidupan yang mengagumkan.

Ternyata… orang tua juga ingin dikagumi.
www.spiritual-motivasi.blogspot.com

Hermanus Y Lobo
SPIRITUAL MOTIVATOR
eMail : hermanusylobo@gmail.com

Minggu, 04 Januari 2009

TIDAK ADA YANG NAMANYA KESALAHAN

Beberapa waktu yang lalu, saya membeli dan menonton film yang sedang heboh saat ini, yakni Kungfu Panda. Semua orang yang telah menontonnya tentu tahu kalau film ini sangat memikat dan penuh dengan pesan moral.


Ada satu pesan yang saya rasa sangat mengena dengan diri saya. Pesan itu diucapkan master Oogway kepada master Shi Fu. Master Shi Fu mengatakan bahwa pemilihan Po menjadi prajurit naga adalah suatu kesalahan. Tetapi apa yang dikatakan master Oogway?
“TIDAK ADA YANG NAMANYA KESALAHAN.”


Saya tersentak mendengar kata-kata itu. Tidak ada yang namanya kesalahan???
Saya jadi teringat pengalaman saya sendiri saat memutuskan berhenti kuliah dari jurusan Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tahun 2005. Saat itu dengan na’ifnya saya yang hanya anak seorang petani biasa, memilih masuk universitas mahal. Setelah sekitar dua bulan kuliah, saya mulai menyadari kalau biaya yang dibutuhkan sangat banyak dan “di atas” kemampuan orang tua saya.


Baru dua bulan kuliah, seluruh tabungan orang tua saya, yang mereka kumpulkan sejak awal berkeluarga, sudah habis. Bayangkan, baru dua bulan kuliah. Pada hal, waktu kuliah minimum untuk jurusan arsitek adalah sekitar 3 – 5 tahun. Itu minimal. Kalo maksimal bisa 8 tahun. Atau lebih.


Kalau sekarang saja tabungan telah habis, bagaimana dengan biaya-biaya selanjutnya? Orang tua sudah memasuki masa ‘senja’. Ada dua adik yang sedang duduk di bangku SMA. Bagaimana cara yang tepat untuk mengatasi masalah ini? Hal ini terus menghantui pikiran saya setiap hari. Saya merasa sedikit bersalah, tanpa pertimbangan yang matang memilih masuk jurusan Arsitektur di universitas sekelas Atma Jaya, yang membutuhkan biaya yang mahal.


Akhirnya terlintas di pikiran untuk berhenti kuliah. Melalui berbagai pertimbangan dari berbagai sudut pandang yang saya miliki saat itu, saya pikir itulah jalan terbaik. Keputusan untuk berhenti kuliah bukanlah keputusan yang mudah, tetapi saya pikir itulah solusi terbaik.Setelah bergolak di dalam diri selama beberapa minggu, akhirnya saya memutuskan berhenti kuliah. Saya tidak berkonsultasi dengan orang tua atau pun teman-teman mengenai masalah ini. Saya mengambil keputusan sendiri.


Buku Rich Dad Poor Dad lah yang menguatkan saya untuk berhenti kuliah. Buku itu saya beli ketika ada pameran buku di kampus. Saya membacanya berulang kali. Membaca buku itu membuat saya yakin dengan keputusan saya untuk berhenti kuliah. Katanya, sekolah tidaklah menjamin seseorang cerdas secara financial. Seseorang bisa berpendidikan tinggi, namun tidak tinggi dalam pengetahuan tentang uang.


Untuk menjadi kaya, matematika kelas lima dan akal sehat saja sudah cukup, ditambah pengetahuan tentang uang dan cara kerjanya. Jadi, berhenti kuliah pun tidak akan membuat saya gagal atau miskin, begitulah yang saya pikirkan saat itu.


Yang penting saya tetap menambah pengetahuan saya melalui berbagai buku pengembangan diri. Saya sangat yakin akan keputusan tersebut.


Setelah tidak kuliah, saya menghabiskan waktu setiap hari dengan membaca berbagai buku pengembangan diri. Teman-teman saya mengira saya masih kuliah. Setiap hari saya berangkat dari kost, tapi bukan ke kampus, melainkan ke toko buku. Atau pun kalau ke kampus, saya tidak masuk kelas, melainkan ke perpustakaan. Orang tua terus mengirimkan uang karena mereka mengira saya masih kuliah.


Setelah beberapa bulan tidak kuliah, saya mengambil kursus akuntansi dan pajak di salah satu lembaga kursus di Jogja. Mengikuti saran Kiyosaki, untuk bisa kaya saya harus mengetahui cara kerja uang, jadi saya mempelajari akuntansi dan pajak yang merupakan keunggulan orang kaya dibandingkan dengan kelas menengah dan orang miskin. Saya merasa sedikit tenang karena setidaknya uang yang orang tua kirimkan ada manfaatnya, yaitu untuk biaya kursus.


Selesai kursus, saya dan para peserta lain dipekerjakan oleh pemilik kursus di kantor konsultan pajak miliknya. Di sini teori yang telah kami pelajari semakin dimantapkan dengan praktek secara langsung. Saya merasa beruntung memilih kursus di sini.


Namun….

Kadang muncul perasaan takut dalam diri saya. Bagaimana cara saya menyampaikan kepada orang tua saya bahwa saya sudah berhenti kuliah? Jangan-jangan keputusan untuk berhenti kuliah adalah suatu keputusan yang salah. Bagaimana tanggapan orang tua dan keluarga terhadap keputusan saya ini?


Pikiran-pikiran itu terus mendera batinku. Kecemasan sering datang dan hinggap di hati. Saya mulai merasa ketakutan akan apa yang telah saya perbuat. Bagaimana tanggapan orang tua setelah semua uang yang telah dikeluarkan, bahwa inilah hasilnya. Saya OD (out dhewe). Yang paling menakutkan adalah kalau orang tua sampai stress lalu stroke. Wow.. benar-benar menakutkan.


Terkadang tengah malam saya terbangun dan memikirkan hal itu. Saat itu menjadi saat-saat yang berat dalam hidup saya. Jangan-jangan saya telah melakukan sebuah kesalahan besar. Bagaimana dengan masa depan saya. Apa yang salah dengan hidup saya. Doa menjadi satu-satunya sandaran bagi saya.


Suatu hari sementara kerja, saya ditelepon oleh seorang pria yang mengaku dari kantor pusat Fren (saat itu hp saya menggunakan kartu Fren) yang mengatakan bahwa saya memenangkan hadiah satu juta rupiah dari Fren, dan pajak hadiah ditanggung pihak Fren. Hati kecil saya mengatakan bahwa itu tidak benar. Tapi entah mengapa saya mempercayainya.


Orang itu menanyakan apakah saya memiliki kartu ATM. Saya mengatakan ya, saya memiliki ATM BNI. Lalu pria di ujung telepon meminta nomor kartu ATM saya beserta nama lengkap. Kemudian saya diminta untuk ke ATM sekarang juga untuk mengecek hadiah yang telah dijanjikan. Sekali lagi hati kecil saya melarang. Tapi entah kenapa saya menuruti perkataan pria misterius itu.


Jalan menuju ATM BNI melewati counter FREN untuk wilayah Jogja. Sempat juga terlintas di benak untuk menanyakan kepastian hadiah itu ke bagian customer servicenya. Tapi lagi-lagi entah mengapa saya mengabaikannya.


Setibanya di ATM saya dihubungi lagi oleh pria tersebut. Saya dibimbing memasukan kode-kode tertentu ke mesin ATM. Lucunya pada saat itu saya sempat menanyakan kepada pria di ujung telepon bahwa jangan-jangan ini adalah penipuan. “Ini sungguhan,” jawab pria tersebut. Ternyata memang saya sedang ditipu.


Pria tersebut meyakinkan saya bahwa ini benar-benar benar. Lagi-lagi ada suara kecil di dalam diri yang mengatakan kalo hal itu tidak benar. Tapi sekali lagi saya abaikan dan memilih mempercayai pria misterius itu.


Setelah memasukan kode seperti yang diinstruksikan, ternyata saldo saya tidak bertambah. Saya menanyakan hal tersebut, namun dijawab bahwa sedang dalam proses. Dan saya diminta untuk menunggu beberapa jam. Lalu saya kembali ke tempat kerja.
Namun sebelum saya kembali ke tampat kerja, saya mengambil sebagian tabungan saya. Sisanya saat itu sekitar lima ratus ribuan. Esoknya saya ke ATM, ternyata saldonya belum bertambah. Dan tidak berkurang juga. Saldonya tetap. Seminggu kemudian saya mengecek lagi di ATM, ternyata saldonya masih tetap sama.


Masa kontrak kost saya akan berakhir. Dan saya berencana untuk melanjutkan kontrak setahun berikutnya. Kemudian saya menghubungi orang tua saya untuk mengirimkan uang untuk tujuan tersebut. Ayah saya lalu mentransfer uang senilai 1.700.000. Beliau meminta agar saya segera mengambil uang tersebut. Karena masih ada uang di tangan dan masa kontrak kost masih kira-kira dua minggu lagi, jadi saya tenang-tenang saja. Saya biarkan uang tetap di bank.


Suatu malam saya berencana ke ATM untuk mengecek uang tersebut. Sungguh terkejutnya saya menyadari bahwa dompet saya tidak ada. Setelah mencari di seisi kamar, tetap tak ditemukan. Dompet saya jatuh dan mungkin sudah hilang dan diambil orang. Dan kartu ATM tersimpan di dompet tersebut. Mampus deh….


Tapi saya tidak kehabisan akal. Langsung saya hubungi customer service BNI dan minta kartu ATM saya dibekukan. Ah… untuk sementara saya aman. Uang masih ada. Uang yang di dompet nilainya tidak terlalu banyak.


Eh..ternyata dompet saya jatuh di tempat kerja, dan besoknya dikembalikan oleh cleaning service kantor. Terima kasih Tuhan, dompetku kembali.


Akhirnya hari terakhir masa kontrak kost pun tiba. Saya diharuskan membayar untuk masa kontrak yang baru. Selesai sarapan saya ke BNI. Karena ATM telah dibekukan, saya membawa buku Tabungan. Sebelum menarik uang, saya minta dicetak data-data transaksi ke buku tabungan saya.


Sungguh terkejutnya saya. Jantung serasa mau copot. Bumi terasa berhenti berputar. Pagi yang cerah terasa gelap.


Saldo yang tertera di buku tabungan adalah empat puluh tujuh ribu dan sekian ratus rupiah. Lalu uang Rp 1.700.000,- yang baru ditransfer ayah saya kemana???????
Ternyata telah didebit ke rekening seseorang. Saya merasa dan yakin tidak pernah melakukan apa-apa atas uang tersebut. Masih teringat jelas bagaimana sedihnya hatiku saat itu. Hampir saja saya menangis di depan kasir. Akan tetapi, saya tahan. Ternyata uang saya telah ditarik oleh seseorang di Jakarta.


Langsung saya minta rekening saya ditutup saat itu juga. Perasaanku campur aduk. Antara sedih, sesal, marah dan sebagainya. Sampai saya bingung bagaimana menggambarkan betapa berat yang saya rasakan saat itu. Bayangkan anda di perantauan, jauh dari orang tua, dan tidak memiliki uang. Gaji dari kerjaan sangat kecil dan hanya cukup untuk makan sehari. Itu pun kalau irit banget. Hariku terasa gelap-gulita.


Terbayang kesedihan orang tua yang telah bekerja keras untuk mengumpulkan uang sebanyak itu, dan sekarang hilang begitu saja. Dan saya berkontribusi atas hilangnya uang tersebut. Hatiku sangat sedih. Bukan atas uang itu, tetapi atas kerja keras orang tua saya. Mereka tentu akan sangat kecewa, ditambah lagi saya sudah DO kuliah tanpa memberitahu mereka. Saya menangis.


Hal itu membuat saya semkin yakin kalau keputusan untuk berhenti kuliah adalah keputusan yang salah. Saya telah melakukan kesalahan. Kesalahan yang besar. Inilah hukumannya.


Dalam keadaan seperti itu, saya tidak punya pilihan lain selain memberi tahu orang tua kalo uang sudah diambil orang. Uang hilang.


Persis seperti yang saya bayangkan, orang tua sangat kecewa dan marah.

“Kami telah bekerja keras setiap hari untuk mengumpulkan uang tersebut. Walaupun sakit kami tetap bekerja. Dan sekarang uang itu hilang begitu saja. Kau tahu kita ini petani, mengumpulkan uang sebanyak itu membutuhkan kerja keras dan waktu yang lama. Memang kau pikir kami punya gaji seperti pegawai negeri? Sekarang adik-adikmu juga mau ujian. Mereka minta uang sekolah. Kami benar-benar pusing!”, kata ayah saya.


Betapa sedih hati saya mendengar kata-kata itu. Sedih telah mengecewakan orang tua. Ayah saya adalah seorang yang tidak banyak bicara. Kalau marah lebih memilih diam. Kalau dia sampai berkata seperti itu, berarti betapa marahnya dia. Betapa kecewanya dia. Saya merasa berdosa.


Kabar hilangnya uang tersebut menyebar dengan cepat ke semua anggota keluarga. Mereka menelpon saya, menanyakan kebenaran hal tersebut. Dan sebagai anggota keluarga yang baik mereka merasa berkewajiban menasihati saya. Nasihat yang sudah bosan saya dengar. Karena saking banyaknya. Yang saya butuhkan adalah uang. Tetapi tidak ada satu orang pun yang memberi saya uang.


Akhirnya terpaksa orang tua saya mengirim lagi uang untuk saya. Walaupun mereka sangat kecewa dengan kejadian kehilangan itu tetapi, mereka masih mencintai saya. Saya merasa sangat beruntung memiliki orang tua seperti mereka.


Saya tetap bekerja di kantor konsultan pajak. Akan tetapi, saya masih bingung bagaimana caranya untuk memberitahu orang tua kalau saya sudah tidak kuliah lagi. Sebenarnya saya takut memberi tahu hal itu. Rasanya bukan saat yang tepat sekarang ini. Saya tahan saja dulu. Biarkan orang tua jangan tahu dulu akan hal itu.


Kemudian saya berpikir, saya tidak mungkin dapat hidup layak kalau terus bekerja di tempat kerja yang sekarang. Gajinya sangat kecil karena kami hanya magang di situ. Bukan karyawan tetap. Tapi… mau ke mana?


Siapa yang mau menerima saya menjadi karyawannya. Pengalaman saya sangat minim, bahkan bisa dibilang tidak berpengalaman. Bagaimana ini? Saya sangat tidak percaya diri saat itu.


Saya terus memikirkan jalan keluar untuk masalah itu beberapa hari berikutnya. Saya juga meminta bantuan Tuhan dalam doa. Selama saya berusaha memecahkan masalah itu, tidak terjadi apa pun dalam hidup saya. Semua berjalan sebagaimana biasanya. Saya juga belum menemukan jalan keluar yang meyakinkan.


Sampai pada suatu siang, Bapak pemilik kursus dan kantor konsultan tempat kami bekerja menelepon. Ternyata tujuan beliau menelepon adalah untuk mengajak seorang rekan kursus saya untuk bekerja di Jakarta. Yang aneh adalah tanpa saya ketahui, teman saya tersebut memilih saya untuk bersama dia mengisi lowongan yang ditawarkan. Dia memang cukup dekat dengan Bapak pemilik Kursus.


Memang lowongan yang ditawarkan untuk dua orang. Tapi… saya tidak tahu mengapa dia memilih saya. Ada beberapa teman kursus lain yang juga bekerja di situ, tapi dia malah memilih saya. Terima kasih Tuhan…ternyata Engkau menjawab doaku.


Singkat cerita…

Saya akhirnya punya cukup uang dan sekarang kuliah lagi sambil bekerja. Biaya kuliahnya saya bayar sendiri. Saya punya cukup uang untuk mengikuti Super Camp Becoming a Money Magnet, sebuah seminar tiga hari yang sangat luar biasa dan mencerahkan pikiran saya.


Dan hidup saya terasa lebih indah sekarang ini. Hal seperti ini terasa begitu sulit untuk digapai saat masih di Jogja.


Saya akhirnya mengatakan yang sebenarnya kepada orang tua bahwa saya sudah berhenti kuliah dari Atma Jaya. Mereka cukup terkejut awalnya. Mereka kecewa dengan keputusan saya. Namun saya jelaskan bahwa sekarang saya sudah kuliah lagi dan dengan biaya sendiri. Akhirnya keterkejutan dan kekecewaan mereka sedikit mencair, dan mereka mendukung saya. Namun, sepertinya mereka terpaksa..


Saya merasa dukungan mereka benar-benar tulus setelah saya membersihkan “duri-duri” di sepanjang hubungan kami, ketika SC di puncak. Seminggu setelah SC, saya berbicara dengan ibu saya di telepon. Dan kalimat yang benar-benar di luar dugaan saya adalah ketika ibu saya berkata;

“Saya dan ayahmu semalam berbincang-bincang tentang kamu. Dan kami pikir keputusanmu untuk berhenti kuliah dan ke Jakarta adalah pilihan yang tepat. Kami memang telah kesulitan mencari uang. Apalagi masih ada dua adikmu yang bersekolah. Kami malah merasa bersyukur akhirnya kamu mampu kuliah tanpa bantuan kami. Jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. Kami hanya bisa mendukungmu dalam doa.”

Ah… rasanya legah banget. Akhirnya orang tua mendukung tindakan saya. Sebelumnya saya selalu berusaha membuat mereka mendukung keputusan saya. Mereka mengatakan mendukung, namun saya merasa mereka tidak benar-benar mendukung saya sepenuhnya.


Akhirnya, keputusan yang dulu saya pikir adalah suatu KESALAHAN, ternyata bukanlah demikian. Saya merasa bersyukur karena dulu berani mengambil keputusan untuk “keluar” dari Atma Jaya. Saya bahagia dengan keadaan saya saat ini. Saya jadi lebih bijak sekarang. Entah apa yang akan terjadi kalau saya tidak berani DO…


Saya kira benar yang dikatakan master Oogway, TIDAK ADA YANG NAMANYA KESALAHAN. Just need to believe… Bukankah akhirnya Po sukses membungkam Thai Lung?

Apa pun yang kita yakini dapat kita lakukan…LAKUKANLAH. Keyakinan itulah yang akan memberi kita kekuatan untuk bertahan dan terus maju menggapai impian kita.


**********************************************************************************
Maaf kalau ada kata atau kalimat yang kurang tepat. Semoga sharing saya ini bisa bermanfaat bagi yang membaca.

Hermanus Y Lobo
SPIRITUAL MOTIVATOR
eMail : hermanusylobo@gmail.com

*Segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Semuanya akan membawa kita semakin dekat dengan tujuan hidup kita. Percayalah bahwa semua akan baik-baik saja.*

Jumat, 02 Januari 2009

CARI SOLUSI JANGAN MENYALAHKAN

Saya teringat sebuah cerita yang dikisahkan oleh seorang guru ketika masih duduk di SD dulu. Ceritanya begini…

Di sebuah hutan yang lebat, para penghuni hutan hidup dengan aman dan damai. Pada suatu pagi yang cerah, seekor kancil dengan gembiranya melahap rumput-rumput muda. Tanpa dia sadari, di semak-semak di belakangnya, seekor harimau sedang bersembunyi. Harimau tersebut telah mengambil ancang-ancang dan tinggal menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Karena tergoda akan kelezatan rumput, kancil jadi lupa diri. Dia tidak memperhatikan situasi sekitar dengan saksama. Pada saat yang dirasa tepat, dengan sekali loncat, kancil tepat berada dalam cengkeraman kuku-kuku harimau yang tajam.

Tanpa menunggu lama, harimau langsung menyantap hasil tangkapannya itu. Namun, belum sempat gigi taringnya merobek kulit si kancil malang tersebut, kancil bersuara nyaring penuh percaya diri, “Sebentar harimau! Mungkin kamu belum tahu kalau saya adalah utusan Tuhan di hutan ini. Semua binatang yang lain telah mengetahuinya. Hanya kamu yang belum tahu hal itu. Kamu tidak boleh memakan saya. Jika tidak, Tuhan akan murka kepadamu.”

Harimau tidak peduli. Langsung dia lanjutkan lagi aksinya yang tertunda tadi untuk menyantap si kancil. Perutnya sudah keroncongan minta diisi daging segar. Akan tetapi, lagi-lagi gigi taringnya belum menyentuh kulit kancil, kancil kembali mengoceh,
“Okay…mungkin kamu baru percaya jika ada buktinya. Akan saya buktikan kepada kamu. Sebenarnya saya juga kasihan melihat kamu. Kamu pasti sudah sangat lapar. Namun, saya juga tidak ingin Tuhan menghukum kamu. Jadi ijinkan saya meyakinkan kamu dengan bukti yang nyata.”

Harimau nampak berpikir sebentar. Lalu dia berkata, “Baik. Sekarang buktikan kalau kamu memang utusan Tuhan. Jika kamu bohong, saya akan langsung mencabik-cabik tubuhmu.”

Kancil senang bukan kepalang. “Sekarang kita akan berkeliling hutan ini. Kamu ikuti saja saya dari belakang. Kita lihat saja bagaimana reaksi penghuni hutan yang lain ketika mereka melihat saya,” kata kancil kepada harimau.

Sejenak kemudian, mereka pun menjelajahi hutan. Harimau dengan setia mengikuti sang kancil. Hal itu juga dimaksudkan untuk menjaga jarak yang tepat kalau-kalau nanti si kancil kabur.

Melihat harimau yang sudah terkenal keangkerannya di seisi hutan tersebut, binatang-binatang yang lain lari tunggang-langgang. Kancil tertawa terkekeh di dalam hatinya melihat kejadian itu.

“Nah, sekarang kamu lihat sendiri dengan mata kepala kamu, semua binatang lain takut sama saya. Benarkan kalau saya adalah utusan Tuhan. Masih berani kamu mau menyantap saya?” Kata si kancil menantang harimau.

Harimau hilang nyalinya. “Ternyata benar kalau kancil adalah utusan Tuhan. Demi kebaikan saya sendiri, sebaiknya saya pergi mencari binatang yang lain,” guman harimau dalam hatinya. Kemudian di melangkah pergi meninggalkan kancil yang girang bukan main.

Melihat hal itu, kancil berlari sekencang-kencangnya ke arah lain sambil tersenyum puas. Dan hidup dengan damai dan bahagia sambil tidak lupa menjadi lebih waspada.

Pesan cerita tersebut jelas…ketika menghadapi masalah, fokuskan energi kita untuk mencari jalan keluarnya.

Kancil bisa saja menyalahkan semak-semak sehingga harimau bisa bersembunyi dengan aman. Atau mungkin malah menyalahkan Tuhan karena itu adalah keinginan Tuhan sehingga dia tertangkap harimau. Menyalahkan takdir.

Namun dia tidak melakukan itu. Dia fokus mencari solusi. Jika dia masih sibuk menyalahkan, mungkin dia keburu mati disikat si harimau.

“Kesulitan, kesukaran dan cobaan hidup, rintangan yang dihadapi di jalan menuju keberuntungan, adalah berkat positif. Ia merajut otot kita menjadi lebih kuat dan mengajarkan keuletan diri. Bahaya adalah unsur dimana kekuatan itu dikembangkan.”
-William Matews


“Kekalahan selalu salah dan membuat anda menyadari apa yang sebenarnya anda inginkan. Ia membuat anda berhenti mengejar kupu-kupu dan membuat anda mulai menggali emas.”
- William Marstan
www.spiritual-motivasi.blogspot.com


* * * * * *
Semoga bermanfaat.
Hermanus Y Lobo
SPIRITUAL MOTIVATOR
eMail : hermanusylobo@gmail.com

Bagaimana Menemukan Nilai POSITIF dari Kejadian NEGATIF

Suatu malam sepulang kuliah, HP-ku berdering. Ada pesan masuk. Ooww…ternyata dari seorang gadis yang selama ini saya dekati. Saya jadi bersemangat dan segera membaca pesan tersebut.

Alangkah terkejutnya saya ketika mengetahui isi pesan. Ternyata si gadis manis itu tidak ingin kudekati lagi. Dia menolakku. Mood-ku langsung down. Semangat hidup langsung hilang. Ya Tuhan bagaimana ini. Sia-sia sudah segala pengorbananku selama ini.

Dalam kesedihan itu, saya teringat keyakinan baru saya ... bahwa segala sesuatu, segala kejadian yang terjadi dalam hidup kita, hanyalah apa adanya. Tidak ada yang bersifat positif atau pun negatif. Pikiran kita sendirilah yang menciptakan makna positif atau negatif itu.

Dan, jika kita menganggap sesuatu itu bersifat negatif, pada saat yang sama dia memiliki sisi positif. Sebaliknya, jika kita menilai suatu kejadian itu bermakna positif, pada saat yang sama, di sisi lain dia juga memiliki makna negatif. Hukum Polaritas membenarkan hal itu.

Ok, penolakan ini saya anggap sebagai kejadian negatif, tentu dia juga memiliki sisi positif. Apa sisi positif dari kejadian ini?

Saya ingat, beberapa hari belakangan ini saya sedang mempelajari artikel tentang meningkatkan kesadaran sejati. Bagaimana memisahkan kesadaran sejati dari berbagai gambaran pikiran yang sering menggoda.

Kita bukanlah pikiran kita. Pikiran adalah pembantu, bukan tuan dari diri kita. Kesadaran sejatilah yang seharusnya menjadi tuan dari diri kita. Saat Kesadaran Sejati telah terlatih, kita akan melihat segala sesuatu segagai Kenyataan Sejati.

Bila telah melihat Kenyataan Sejati, kita akan mengetahui Kebenaran Sejati. Akhirnya, setelah menyadari Kebenaran Sejati, kita akan memiliki Kebijaksanaan Sejati. Pintu Kebijaksanaan Sejati akan terbuka dan pandangan kita tidak lagi dihalangi oleh berbagai gambaran pikiran, indra dan emosi.

Pada saat itu saya duduk dan mulai mengamati berbagai gambaran pikiran yang muncul. Pikiran ingin menjadikan penolakan itu sebagai sebuah penderitaan yang berkepanjangan. Kemudian muncul lagi pikiran lain yang mengatakan bahwa saya tidak cukup baik. Mengatakan bahwa saya jelek dan tidak pantas.

Akan tetapi, kesadaran saya seperti penonton yang setia terus mengamati berbagai gambaran pikiran itu. Gambaran pikiran datang dengan sangat cepat, perginya pun juga cepat. Sedetik muncul, detik berikutnya hilang.

Kenyataannya… penolakan hanyalah penolakan. Itu saja. Tidak baik dan tidak buruk. Tetapi pikiran menjadikannya sebagai sebuah penderitaan. Sebagai sebuah kejadian buruk.

Pada akhirnya pikiran-pikiran yang tadinya menggoda, tidak nampak lagi. Saya tersenyum puas. Saat itulah untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya mampu memisahkan kesadaran saya dari gambaran pikiran. Saya sangat bahagia dapat melakukan hal itu.

Lalu, sebelum tidur saat melakukan relaksasi, saya bertanya pada sang bijak, mengapa hal ini terjadi dalam hidup saya. Mengapa penolakan itu terjadi? Sang bijak Cuma mengatakan, “Cintai dan terimalah dirimu seutuhnya.”

Aha…saya sadar sekarang. Selama ini saya memang tidak terlalu menyukai diri saya sendiri. Mulut saya memang mengatakan bahwa saya menyukai diri saya. Namun, jauh di lubuk hati, saya tidak terlalu menyukai diri saya sendiri. Saya ingin menjadi orang lain. Saya memandang orang lain lebih baik dari pada diri saya sendiri. Dengan kata lain… saya menolak diri saya, dunia pun menolak saya.

Sejak saat itu saya mulai menerima dan mencintai diri saya seutuhnya. Saya afirmasikan hal itu dalam kondisi relaksasi yang sangat dalam. Saya katakan, “Saya menerima dan mencintai diri saya seutuhnya.” Dan sejak saat itu saya jadi lebih nyaman dengan diri saya sendiri. Saya jadi lebih bahagia.

Tahukah anda bahwa dunia memperlakukan anda sebagaimana anda memperlakukan diri sendiri. Ya, selalu seperti itu.

Tadinya, saya ingin membenci gadis tersebut. Tetapi setelah menemukan makna di balik kejadian itu, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tulus. Karena penolakannya, hari itu saya tumbuh menjadi lebih bijak. Dia telah menjadi guru saya.

Seperti telah anda lihat di atas, sebuah kejadian yang awalnya saya anggap negatif ternyata memiliki sisi positif, ketika dengan sadar kita MENCARI-nya. Saya kira benar kata seorang guru bijak, SEMUANYA DIKIRIM DENGAN TUJUAN UNTUK MENJADI PEMBIMBING KEHIDUPAN.

Guru bijak lain berpesan….
SIAPAPUN YANG MENYIKSAMU, MELECEHKAN, MEMBINGUNGKAN, ATAU MEMBUATMU SEDIH ADALAH SEORANG GURU. BUKAN KARENA MEREKA BIJAKSANA, TETAPI KARENA KAU BERUSAHA MENJADI BIJAKSANA.

Sangat mencerahkan, bukan?
Jika kita dapat mengambil makna dari semua kejadian negatif, buruk, menyedihkan, melecehkan, masih-kah kebencian dan dendam akan tinggal di dalam hati kita?

Kenyataannya, dari pengalaman saya sendiri, saya menemukan bahwa ketika kita telah dapat memahami makna di balik suatu kejadian buruk, rasa amarah, dendam, benci, semuanya RUNTUH dengan sendirinya. Kita tidak lagi punya alasan untuk membiarkan segala perasaan negatif itu berdiam di dalam hati. Sebaliknya…hanya kata AJAIB yang akan terucap…Terima kasih.

Semoga bermanfaat.
Hermanus Y Lobo